PPOK Penyakit Paru Obstruktif Kronik
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah
satu penyakit yang memiliki angka kematian dan kesakitan yang tinggi di dunia,
dan juga berkaitan erat dengan beban sosial dan ekonomi di masyarakat. Penyakit
ini lebih sering dialami laki-laki dibandingkan perempuan dan kebanyakan
penderita PPOK berusia diatas 40 tahun. Penyakit PPOK memiliki hubungan yang
berbanding lurus dengan rokok, semakin banyak dan semakin lama rokok yang
dihisap maka risiko untuk timbulnya PPOK semakin meningkat. Selain sering dialami
oleh perokok berat, prevalensi PPOK juga tinggi pada daerah yang memiliki
tingkat polusi yang tinggi.
PPOK
di negara- negara Asia Tenggara diperkirakan 6,3% dengan prevalensi tertinggi
terdapat di Vietnam (6,7%) dan China (6,5%). Sementara di Indonesia, menurut
data dari Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013, rerata batang rokok yang
dihisap perhari penduduk Indonesia adalah 12,3 batang, yaitu setara dengan satu
bungkus rokok. Hal ini menggambarkan risiko yang sangat tinggi bagi penduduk
Indonesia untuk mengalami penyakit PPOK. Dari hasil riset tersebut didapatkan
prevalensi PPOK di Indonesia adalah 3,7%, dengan prevalensi tertinggi terdapat
di Nusa Tenggara Timur (10%).
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Penyakit
paru obstruksi kronik (CHRONIC
OBSTRUCTIVE PULMONARY DISEASES, COPD) di definisikan sebagai suatu kondisi
yang ditandai oleh keterbatasan aliran udara yang tidak irevesible sempurna.
PPOK mencakup emfisema, suatu kedaaaan anatomis yang ditandai oleh destruksi
dan pembesaran alveolus paru; bronkitis kronik, suatu kondisi klinis dengan
batuk kronik dan sputum; dan penyakit saluran nafas kecil (small airway disease) suatu kondisi penyempitan bronkiolus kecil. [1]
PPOK
hanya terjadi jika terdapat obstruksi aliran udara yang kronis; bronchitis
kronis tanpa obstruksi aliran udara kronis tidak termasuk PPOK. [1]
2.2 Epidemiologi
PPOK
merupakan keempat kematian tesering dan menyerang >10juta orang di amerika
serikat. PPOK juga sering menjadi masalah kesehatan masyarakat di seluruh
dunia. Diperkirakan bahwa peringkat PPOK akan meningkat dari keenam menjadi
ketiga sebagai penyebab kematian tersering di seluruh dunia tahun 2002. [1]
Tabel
2.1 Prevalensi PPOK Menurut Jenis Kelamin dan Negara
Negara
|
Laki-laki
|
Negara
|
Perempuan
|
Cape
Town – Afrika Selatan
|
22,2%
|
Cape
Town – Afrika Selatan
|
16,7%
|
Manila
– Philipina
|
18,8%
|
Lexington
– USA
|
15,6%
|
Adana
– Turki
|
15,4%
|
Sydney
– Australia
|
12,2%
|
Krakow
– Polandia
|
13,3%
|
Salzburg
– Austria
|
11,0%
|
Lexington
– USA
|
12,7%
|
Reykjavik
– Islandia
|
9,3%
|
Sumber:
[2]
WHO memperkirakan sekitar 80 juta orang akan menderita PPOK dan 3 juta
meninggal karena PPOK pada tahun 2005, dengan merujuk 5% dari seluruh kematian
secara global. Total kematian akibat PPOK diproyeksikan akan meningkat > 30%
pada 10 tahun mendatang. Peningkatan secara drastis pada dua dekade diharapkan
di negara-negara Asia dan Afrika karena peningkatan pemakaian tembakau. WHO
menyebutkan PPOK merupakan penyebab kematian keempat didunia. Diperkirakan
menyebabkan kematian pada 2,75 juta orang atau setara dengan 4,8%16. Di wilayah
Eropa angka kematian PPOK sekitar < 20/100.000 penduduk (Yunani, Swedia,
Islandia, Norwegia) sampai > 80/100.000 penduduk (Ukraina, dan Romania).
Sedangkan di Perancis angka kematian PPOK sebesar 40/100.000 penduduk. Di negara-negara
berkembang kematian akibat PPOK juga meningkat, hal ini dihubungkan dengan
peningkatan jumlah masyarakat yang mengkonsumsi rokok. Di Cina merokok
menyebabkan kematian sebesar 12% dan diperkirakan akan meningkat menjadi 30%
pada tahun 2030.
Mortalitas
PPOK lebih tinggi pada laki-laki dan akan meningkat pada kelompok umur > 45
tahun. Hal ini bisa dihubungkan bahwa penurunan fungsi respirasi pada umur
30-40 tahun29. [2]
2.3 Faktor
Resiko
1. Merokok
Merokok
merupakan factor resiko utama kematian akibat bronchitis kronis dan emfisema. [1]
Merokok merupakan penyebab PPOK
terbanyak (95% kasus) di negara berkemban. Perokok aktif dapat mengalami
hipersekresi mucus dan obstruksi jalan napas kronik. Dilaporkan ada hubungan
antara penurunan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dengan jumlah,
jenis dan lamanya merokok. [2]
Perokok pasif juga menyumbang terhadap
symptom saluran napas dan PPOK dengan peningkatan kerusakan paru-paru akibat
menghisap partikel dan gas-gas berbahaya. Merokok pada saat hamil juga akan
meningkatkan risiko terhadap janin dan mempengaruhi pertumbuhan paru-paru-nya. [2]
2. Infeksi
pernafasan
Dampak
infeksi pernafasan masa dewasa pada penurunan fungsi paru masih diperdebatkan,
tetapi biasanya tidak dijumpai penurunan signifikan fungsi paru jangka panjang
setelah episode bronkitis atau pneumonia. Meskipun infeksi pernafsan merupakan
penyebab penting eksaserbasi PPOK, keterkaitan antara infeksi pernafasan,baik
anak atau dewasa dan terjadinya PPOK sarta perkembangannya masih perlu
dibuktikan. [1]
3. Pajanan
di tempat kerja
Menigkatnya
gejala pernafasan dan obstruksi aliran udara telah dikemukakan sebagai akibat
dari pajanan debu dan asap di tempat kerja. Sebuah penelitian baru-baru ini
menemukan bahwa pajanan batubara merupakan factor resiko signifikan untuk
emfisema,baik bagi peroko maupun bukan peroko. Pada sebagian besar kasus,
dampak pajanan ditempat kerja ini terhadap resiko PPOK kemungkinan jauh kurang
penting dibandingkan dengan efek merokok. [1]
4. Polusi
udara lingkungan
Memasak
dengan bahan biomass dengan ventilasi dapur yang jelek misalnya terpajan asap
bahan bakar kayu dan asap bahan bakar minyak diperkirakan memberi kontribusi
sampai 35%. polusi udara mempunyai pengaruh buruk pada VEP1, inhalan yang
paling kuat menyebabkan PPOK adalah Cadmium, Zinc dan debu. Bahan asap pembakaran/pabrik/tambang.
Bagaimanapun peningkatan relatif kendaraan sepeda motor di jalan raya pada
dekade terakhir ini saat ini telah mengkhawatirkan sebagai masalah polusi udara
pada banyak kota metropolitan seluruh dunia. Pada negara dengan income rendah
dimana sebagian besar rumah tangga di masyarakat menggunakan cara masak
tradi-sional dengan minyak tanah dan kayu bakar, polusi indoor dari
bahan sampah biomassa telah memberi kontribusi untuk PPOK dan penyakit kardio
respiratory, khususnya pada perempuan yang tidak merokok. [2]
5. Merokok
pasif
Terpajananya
asap rokok menyebabkan penurunan pertumbuhan paru secara signifikan. Pejanan
asap roko ketika masih dalam kandungan juga menurunkan fungsi paru yang signifikan
pasca lahir. Meskipun meroko pasif dilaporkan berkaitan dengan penurunan fungsi
paru, peran factor ini terhadap penurunan berat fungsi paru pada PPOK masih
belum dipastikan. [1]
6. Faktor
generik
Defisiensi
α1 antitripsin (α1-AT) terbukti merupakan factor resiko genetic PPOK
semakin banyak bukti yang menyatakan keterlibatan determinan genetic lainnya. [1]
2.4 Patofisiologi
Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan
terjadi karena perubahan struktural pada saluran napas kecil yaitu: inflamasi,
fibrosis, metaplasi sel goblet dan hipertropi otot polos penyebab utama
obstruksi jalan napas. [4]
Penurunan
persisten pada laju aliran ekspirasi paksa merupakann temuan paling khas pada
PPOK. Menigkatnya volume residual dan rasio volume residu/ kapasitas paru
total, distribusi ventilasi yang tidak merata, dan ketidaksesuaian (mismatch)
ventilas perfusi juga terjadi. [3]
a.
Obstruksi aliran udara
Hambatan
udara atau obstruksi aliran udara dapat diketauhui dengan spirometri, yang
melibatkan maneuver penghembusan nafas sekuat-kuatnya setelah melakukan
inhalasi maksimal sehingga mencapai kapasitas paru total. [1] FEV1 yang berkurang tidak dapat dikembalikan dengan
dihisap bronkodilator, meskipun perbaikan hingga 15 persen umum
dijumpai.
Dalam hal ini, PPOK berbeda dari asma di mana perbaikan
besar aliran udara dengan bronkodilator inhalasi adalah karakteristik.
[3]
Aliran
udara selama ekshalasi paksa terbentuk oleh keseimbangan antara recoil elastic
paru yang mendorong aliran dan resistensi saluran aliran udara yang menghambat
aliran. Pada paru normal,demikian juga pada penderita PPOK aliran ekspirasi
maksimal berkurang seiring dengan menggempisnya paru karena recoil elastic
parenkim paru secara progresif berkurang dan karena luas penampang saluran udara
menurun,sehingga resisten terhadap aliran akan meningkat. [1]
b.
Hiperinflasi
Hiperinflasi
toraks selama pernafasan tidal mempertahankan aliran udara ekspirasi maksimal
karena dengan bertambahnya volume paru, tekanan recoil elastic meningkat dan
saluran udara membesar sehingga resistennsi saluran napas berkurang. [1]
Hiperinflasi menggantikan diafragma menjadi posisi
yang rata dan
dengan demikian menciptakan sejumlah
efek merugikan. Pertama, karena zona apposition antara diafragma dan
dinding perut hilang, perut menekan selama inspirasi tidak ditransmisikan secara efektif dinding dada,
menghambat gerakan tulang rusuk dan menggangu saat inspirasi. Kedua, karena otot-otot
abdominal yang
meratakan
diafragma lebih pendek dari yang normal, kurang mampu dari yang biasanya menghasilkan tekanan inspirasi. Ketiga,
diafragma rata harus menghasilkan ketegangan yang lebih besar untuk
mengembangkan tekanan transpulmonary diperlukan untuk menghasilkan pernapasan tidal.
[3]
c.
Pertukaran gas
PaO2
biasanya tetap normal sampai FEV1 turun menjadi sekitar 50%
prediksi, dan bahkan nilainya yang jauh dari rendah dapat berkaitan dengan PaO2
normal, paling tidak saat istirahat. Bukti-bukti terkini menyebutkan bahwa
beberapa pasien akan mengalami hioertensi pulmonal signifikan terlepas dari
keparahan PPOK yang ada. Ventilasi yang tidak merata serta mismatch ventilasi
perfusi merupakan cirri khas PPOK yang mencerminkan proses penyakit yang
heterogen disalam saluran napas dan parenkim paru. [3]
2.5 Patologi
Gambar
2.1 Patologi PPOK
Merokok sering
menyebabkan pembesaran kelenjar mukosa dan hyperplasia sel goblet, yang
mencetuskan batuk dan produksi mucus dan dikenal dengan bronchitis kronik. Sel
goblet tidak hanya bertambah jumlahnya tetapi juga meluas distribusinya hingga
percabangan bronkus.bronkus juga mengalami metaplasia skuamosa, yang merupakan
predisposisi kanker dan menggangu pembersihan mukosasillia. Influx neutrofil
menyebabkan sputum purulen pada infeksi saluran napas atas. Pada saluran napas
kecil perubahan seluler yang khas adalah metaplasia sel goblet yang
menghasilkan mucus dan menggantikan sel clara, yaitu sel pensekreksi surfaktan.
Terjadi pula infiltrasi fagosit mononuclear yang nyata. Hipertrofi otot polos
juga dapat ditemukan.kelainan ini menyebabkan lumen akibat fibrosis, mucus yang
berlebihan, edema dan sebukan sel. Emfisema diklasifikasikan menjadi tipe-tipe
penting untuk diketahui adalah sentriasinar dan panasinar. Namun, emfisema
terkait rokok biasanya campuran, khususnya pada stdium lanjut. Namun, klasifikasi
patologis ini tidak banyak bermanfaat dalam penatalaksaan PPOK. [1]
2.6 Patogenesis
Degradasi elastin paru oleh aktivitas
elastase dari sel-sel inflamasi mungkin
merupakan mekanisme utama untuk emfisema pada sebagian besar perokok. Namun,
biologi dari emfisema jelas
kompleks dan masih belum sepenuhnya dipahami. Ini
termasuk perekrutan sel inflamasi, ketidakseimbangan proteinaseantiproteinase,
ketidakseimbangan oksidan-antioksidan, dan tanggapan sel paru-paru terhadap
proteinase dan oksidan dari sel-sel inflamasi dan konstituen asap rokok. Itu
mungkin juga melibatkan kekebalan humoral dan seluler kekebalan.
Degradasi komponen matriks ekstraseluler selain elastin, khususnya kolagen, mungkin
fitur penting. Dalam beberapa situasi, apoptosis sel paru-paru bisa mendahului degradasis sel matriks
ekstraseluler. Penuan dari sel paru-paru, baru-baru
ini diidentifikasi fenomena di emfisema, implikasi
yang belum jelas,
tetapi menunjukkan bahwa mekanisme perbaikan paru-paru rendah. [3]
Gambar 2.2 Patogenesis
PPOK
Ket: Skema
konsep patogenesis emfisema karena merokok. Asap menyebabkan induksi dan
pelepasan faktor chemotactic oleh makrofag alveolar dan sel struktural residen
menyebabkan akumulasi dari beberapa jenis sel radang di paru-paru.
Sel residen yang diinduksi oleh asap dan pelepasan sel yang direkrut proteinase
dan oksidan yang merusak atau menurunkan matriks ekstraseluler di dinding
alveoli, saluran alveolar, dan pernapasan bronchioles.
Asap juga menginduksi penuaan dan apoptosis sel struktural (cedera sel parenkim) yang
mengarah pada pelepasan produk yang melukai jaringan dan mengurangi kapasitas
jaringan untuk diperbaiki. Asap jauh lebih mempengaruhi homeostasis paru dengan
menginaktivasi inhibitor proteinase, seperti α1-AT. [3]
2.7 Gejala
Klinis
1.
Batuk
kronis, yang bisa setiap hari dan produktif, tetapi bisa juga intermiten dan
tidak produktif
2.
Sesak
napas saat beraktivitas, awalnya terputus-putus dan menjadi gigih
3.
Produksi
sputum: setiap pola produksi sputum dapat mengindikasikan PPOK
4.
Sering
terjadi eksaserbasi bronkitis
5.
Riwayat
paparan faktor-faktor risiko, terutama asap tembakau, debu pekerjaan, memasak
di rumah dan bahan bakar biomassa. [5]
6.
Mengi dan nyeri dada
Mengi dan nyeri dada adalah gejala yang dapat bervariasi antara hari,
dan selama satu hari. Suara mengi dapat timbul di tingkat laring dan tidak
perlu disertai dengan kelainan yang didengar pada auskultasi. Atau, inspirasi
atau ekspirasi yang meluas mengi dapat hadir pada auskultasi. Nyeri dada sering
terjadi setelah aktivitas, tidak terlokalisir, dan mungkin timbul dari
kontraksi isometrik otot interkostal. Ketiadaan mengi atau nyeri dada tidak
mengecualikan diagnosis PPOK, juga tidak adanya gejala-gejala ini mengkonfirmasi
diagnosis asma. [6]
2.8 Diagnosis
1.
Anamnesis [7]
- Riwayat
merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan
- Riwayat
terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
- Riwayat
penyakit emfisema pada keluarga
- Terdapat
faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir rendah (BBLR),
infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara
- Batuk
berulang dengan atau tanpa dahak
- Sesak
dengan atau tanpa bunyi mengi
2.
Pemeriksaan Fisik [7]
a. Inspeksi
- Pursed-lips
breathing (mulut setengah terkatup/mencucu)
- Barrel
chest (diameter antero-posterior dan transversal
sebanding)
- Penggunaan
otot bantu napas
- Hipertropi
otot bantu napas
- Pelebaran
sela iga
- Bila
telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis di leher dan
edema tungkai
- Penampilan
pink puffer atau blue bloater
b. Palpasi
- Pada
emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
c. Perkusi
- Pada
emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah, hepar
terdorong ke bawah
d. Auskultasi
- Suara
napas vesikuler normal, atau melemah
- Terdapat
ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa
- Ekspirasi
memanjang
- Bunyi
jantung terdengar jauh
Pink
puffer
Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus,
kulit kemerahan dan pernapasan pursed-lips breathing. [7] Secara klinis ditandai
dengan dispnea dimana pada permulaannya terjadi bersamaan dengan adanya gerak
badan (exertional dyspnoe). Pada keadaan yang lebih dispnea akan menjadi
semakin progresif dimana terjadi juga dalam keadaan istirahat, terutama pada
pasien yang berusia tua. Bila terjadi infeksi sputum biasanya menjadi kental
dan banyak, serta sulit untuk dikeluarkan. Otot-otot nafas tambahan tampak
dipergunakan tetapi sianosis jarang terjadi. [8]
Blue
bloater
Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk
sianosis, terdapat edema tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral
dan perifer. [7] Secara
klinis ditandai dengan gejala batuk, produksi sputum yang banyak dan sesak
napas yang terjadi secara periodik, terutama pada saat batuk. [8]
3.
Pemeriksaan Penunjang
a. Faal
Paru
Spirometri
merupakan tes fungsi paru yang mengukur persentase dan derajat beratmya obstruksi
aliran udara. Spirometri mengukur volume udara ketika ekspirasi dari inspirasi
maksimal (force vital capacity, FVC) dan volume udara ketika ekspirasi
selama satu detik pertama (forced expiratory volume in one second, FEV1),
serta rasio dari kedua pengukuran ini. Seseorang dapat didiagnosis PPOK bila
rasio FEV1/FVC kurang dari 0,7 atau bila FEV1 pasca
bronkodilator <80%. [9]
FEV1
dan FVC mengalami penurunan. Penyempitan dari lumen bronkus dapat dari
penurunan FEV1/ FVC ini. Pemberian beta -2 agonis hanya dapat
meningkatkan perbandingan FEV1 dan FVC ini menjadi kurang dari 20%.
Pada emfisema TLC akan mengalami peningkatan, dimana dapat ditemukan dengan
pletismografi. Akan tetapi angka dengan plestimografi lebih tinggi dibandingkan
dengan teknik napas tunggal. Dengan menggunakan helium dilusi dapat menunjukkan
adanya suatu obstruksi dimana pada inspirasi dari helium tidak dapat sempurna. [8]
-
Hipoksia jaringan tubuh pada umumnya.
-
Hipoksia pada miokardia, sehingga dapat
menimbulkan dekompensasi dan kongesti (pembendungan).
-
Hipoksia pada paru dapat menimbulkan
hipertensi pulmonal dan pulmonale.
-
Hiperkapnia dapat disebebkan oleh 2
tipe, yakni Pink puffer atau tipe A
dan blue bloater atau tipe B. Pada
tipe A ditandai dengan sesak nafas (dispnea) yang terus menerus, terutama pada
waktu gerak badan, sedangkan pada tipe B dispne terjadi secara episodik. [8]
Tabel 2.2 Klasifikasi PPOK
Menurut Gold 2018
Pada
pasien dengan FEV1/FVC < 0,70:
|
||
GOLD 1:
|
Ringan
|
FEV1
≥ 80% predicted
|
GOLD 2:
|
Sedang
|
50%
≤ FEV1 < 80% predicted
|
GOLD 3:
|
Berat
|
30%
≤ FEV1 < 50% predicted
|
GOLD 4:
|
Sangat
berat
|
FEV1
< 30% predicted
|
Sumber:
[6]
Tabel 2.3 Klasifikasi PPOK Menurut Gold 2010
Derajat
|
Klinis
|
Faal Paru
|
Derajat
0
Beresiko
|
Gejala klinis (batuk,
produksi sputum)
|
Normal
|
Derajat I:
PPOK
Ringan
|
Gejala batuk
kronik dan produksi sputum ada tetapi tidak sering. Pada derajat ini pasien
sering tidak menyadari bahwa fungsi paru mulai menurun
|
- FEV1/FVC <
0.7
- FEV1 ≥ 80%
predicted
|
Derajat II:
PPOK
Sedang
|
Gejala sesak
mulai dirasakan saat aktivitas dan kadang ditemukan gejala batuk dan produksi
sputum. Pada derajat ini biasanya pasien mulai memeriksakan kesehatannya
|
- FEV1/FVC <
0.7
- 50% ≤ FEV1
< 80% predicted
|
Derajat III:
PPOK
Berat
|
Gejala sesak
lebih berat, penurunan aktivitas, rasa lelah dan serangan eksaserbasi semakin
sering dan berdampak pada kualitas hidup pasien
|
- FEV1/FVC <
0.7
- 30% ≤ FEV1
< 50% predicted
|
Derajat IV:
PPOK
Sangat
Berat
|
Gejala di atas
ditambah tandatanda
gagal napas
atau gagal jantung kanan dan ketergantungan oksigen. Pada derajat ini kulitas
hidup pasien
memburuk dan
jika eksaserbasi
dapat
mengancam jiwa
|
- FEV1/FVC <
0.7
- FEV1 < 30%
predicted or FEV1 < 50% predicted plus chronic respiratory failure
|
Sumber:
[5]
Dulu, PPOK dinilai sebagai penyakit
dengan karakteristik dominan berupa sesak nafas. Penilaian sederhana sesak
nafas seperti kuesioner Modified British
Medical Research Council (mMRC). [6]
Tabel 2.4 Skala Sesak Nafas
menurut Modified British Medical Research Council (mMRC)
mMRC
Grade 0
|
Sesak
napas baru timbul jika melakukan kegiatan berat.
|
mMRC
Grade 1
|
Sesak
napas timbul jika berjalan cepat pada lantai yang datar, atau jika berjalan
ditempat yang sedikit landai.
|
mMRC
Grade 2
|
Jika
berjalan bersama dengan teman seusia di jalan yang datar, selalu lebih
lambat, atau jika berjalan sendirian di jalan yang datar, sering beristirahat
untuk mengambil napas.
|
mMRC
Grade 3
|
Perlu
istirahat untuk menarik napas setiap berjalan sejauh 30 m (100 yard) pada
jalan yang datar, atau setelah berjalan beberapa menit.
|
mMRC
Grade 4
|
Timbul
sesak napas berat ketika bergerak untuk mengenakan,atau melepas pakaian.
|
Sumber:
[6]
Bagaimanapun, sekarang
telah diketahui bahwa PPOK mempengaruhi pasien diluar dari sekedar dispnea. Atas
alasan ini, penilaian komperhensif dari simptom direkomendasikan menggunakan
pengukur seperti COPD Assessment Test
(CAT) dan the
COPD Control Questionnaire (The CCQ) telah dikembangkan dan disesuaikan. [6]
Saya
tidak pernah batuk.
|
0
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Saya
selalu batuk
|
Tidak
ada dahak (riak) sama sekali.
|
0
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Dada
saya penuh dengan (riak).
|
Tidak
ada rasa berat (tertekan) di dada.
|
0
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Dada
sya terasa berat (tertekan) sekali.
|
Ketika
saya jalan mendaki/ naik tangga, saya tidak sesak.
|
0
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Ketika
saya jalan mendaki/ naik tangga saya sangat sesak.
|
Aktivitas
sehari- hari saya di rumah tidak terbatas.
|
0
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Aktivitas
sehari- hari saya di rumah sangat terbatas.
|
Saya
tidak khawatir keluar rumah meskipun saya menderita penyakit paru.
|
0
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Saya
sangat khawatir keluar rumah karena kondisi paru saya.
|
Saya
dapat tidur dengan nyenyak.
|
0
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Saya
tidak dapat tidur dengan nyenyak karena kondisi paru saya.
|
Saya
sangat bertenaga.
|
0
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Saya
tidak punya tenaga sama sekali.
|
Sumber:
[6]
Combined
COPD Assessment
Combined COPD Assessment melakukan
penilaian efek PPOK terhadap masing-masing penderitanya berdasarkan assessment
terhadap gejala yang dialami, klasifikasi spirometri berdasarkan GOLD dan kejadian
eksaserbasi.
Gambar
2.3 Combined COPD Assessment
Klasifikasi
pasien berdasarkan Combined COPD Assessment: [10]
1. Kelompok
A – Rendah Risiko, Sedikit Gejala Pasien dengan klasifikasi GOLD 1 atau 2,
mengalami eksaserbasi paling banyak 1 kali dalam setahun dan tidak pernah
mengalami perawatan rumah sakit akibat eksaserbasi, serta hasil penilaian CAT
score<10 atau mMRC grade 0-1.
2. Kelompok
B – Rendah Risiko, Banyak Gejala Pasien dengan klasifikasi GOLD 1 atau 2,
mengalami eksaserbasi paling banyak 1 kali dalam setahun dan tidak pernah
mengalami perawatan rumah sakit akibat eksaserbasi, serta hasil penilaian CAT
score ≥10 atau mMRC grade ≥2.
3. Kelompok
C – Tinggi Risiko, Sedikit Gejala Pasien dengan klasifikasi GOLD 3 atau 4,
dan/atau mengalami eksaserbasi sebanyak ≥2 kali per tahun atau ≥1 kali
mengalami perawatan rumah sakit akibat eksaserbasi, serta hasil penilaian CAT
score<10 atau mMRC grade 0-1.
4. Kelompok
D – Tinggi Risiko, Banyak Gejala Pasien dengan klasifikasi GOLD 3 atau 4,
dan/atau mengalami eksaserbasi sebanyak ≥2 kali per tahun atau ≥1 kali
mengalami perawatan rumah sakit akibat eksaserbasi, serta hasil penilaian CAT
score ≥10 atau mMRC grade ≥2.
b.
Radiologi
Gambaran
radiologi pada paru paru tergantung pada penyebab dari PPOK. Pada emfisema maka
gambaran yang paling dominan adalah radiolusen paru yang bertambah, sedangkan
gambaran pembuluh darah paru mengalami penipisan atau menghilang. Selain itu
dapat juga ditemukan pendataran diafragma dan pembesaran rongga retrosternal.
Pada bronkitis kronik tampak adanya penambahan bronkovaskular dan pelebaran
dari arteri pulmonalis, disamping itu ukuran jantung juga mengalami pembesaran.
Dengan pemeriksaan fluoroskopi dapat dinilai kecepatan aliran udara pada waktu
ekspirasi. Infeksi pada bronkiolus ditandai dengan adanya bercak-bercak pada
bagian tengah paru. Bila terdapat emfisema sentrilobular, maka dapat ditemukan
adanya gambaran yang disebut dengan “leaves
on a winter tree” sebagai tanda adanya bronkiektasis dan gambaran ini
semakin jelas bila dilakukan pemeriksaan bronkografi. [8]
c.
Laboratorium Darah [7]
- Hb,
Ht, Tr, Lekosit
- Analisis
Gas Darah
d.
Skrining defisiensi α1-Anti Tripsin
WHO merekomendasikan bahwa semua pasien dengan diagnosis PPOK
harus diskrining sekali terutama di daerah dengan prevalensi
defisiensi α1-anti tripsin tinggi. Konsentrasi rendah (<20% normal) sangat
sugestif defisiensi homozigot. Anggota keluarga juga harus diperiksa.
[6]
e.
Pemeriksaan Bronkoskopi
Dapat ditemukan adanya obstruksi dan
kolaps pada alveoli dan kadang- kadang dapat meliputi bronkus yang besar. Pada
bronkitis kronik tampak warna mukosa yang merah dan hipersekresi. [8]
2.9 Diagnosis Banding
Tabel 2.6 Diagnosis
Banding
Diagnosis
|
Gejala
|
PPOK
|
- Onset pada
usia pertengahan
- Gejala
progresif lambat
- Lamanya
riwayat merokok
- Sesak saat
aktivitas
- Sebagian besar
hambatan aliran udara ireversibel
|
Asma
|
- Onset awal
sering pada anak
- Gejala
bervariasi dari hari ke hari
- Gejala pada
malam / menjelang pagi
- Disertai
alergi, rinitis atau eksim
- Riwayat
keluarga dengan asma
- Sebagian besar
keterbatasan aliran udara reversible
|
Gagal jantung kongestif
|
- Auskultasi,terdengar
ronchi halus di bagian basal
- Foto toraks
tampak jantung membesar, edema paru
- Uji fungsi
paru menunjukkan restriksi bukan obstruksi
|
Bronkiektasis
|
- Sputum
produktif dan purulen
- Umumnya
terkait dengan infeksi bakteri
- Auskultasi
terdengar ronki kasar
- Foto
toraks/CT-scan toraks menunjukkan pelebaran dan penebalan bronkus
|
Tuberculosis
|
- Onset segala
usia
- Foto toraks
menunjukkan infiltrat di paru
- Konfirmasi
mikrobiologi (sputum BTA)
- Prevalensi
tuberkulosis tinggi di daerah endemis
|
Bronkiolitis obliterans
|
- Onset pada
usia muda, bukan perokok
- Mungkin
memiliki riwayat rheumatoid arthritis atau pajanan asap
- CT-scan toraks
pada ekspirasi menunjukkan daerah hypodense
|
Panbronkiolitis diffusa
|
- Lebih banyak
pada laki-laki bukan perokok
- Hampir semua
menderita sinusitis kronis
- Foto toraks
dan HRCT toraks menunjukkan nodul opak menyebar kecil di centrilobular dan
gambaran hiperinflasi
|
Sumber: [6]
Gejala gejala diatas ini sesuai karakteristik
penyakit masing-masing, tetapi tidak terjadi pada setiap kasus. Misalnya,
seseorang yang tidak pernah merokok dapat menderita PPOK (terutama di negara
berkembang di mana faktor risiko lain mungkin lebih penting daripada merokok);
asma dapat berkembang di usia dewasa dan bahkan pasien lanjut usia. [6]
2.10 Penatalaksanaan
1.
Farmakologi
a. Bronkodilator
Bronkodilator adalah pengobatan yang
berguna untuk meningkatkan FEV1 atau mengubah variable spirometri dengan cara
mempengaruhi tonus otot polos pada jalan napas. [10] Diberikan
secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan disesuaikan dengan
klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi,
nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat
diutamakan pemberian obat lepas lambat (slow release) atau obat berefek
panjang (long acting). [7]
Macam-macam bronkodilator:
- Golongan
agonis β2
Prinsip
kerja dari β2 agonis adalah relaksasi otot polos jalan napas dengan
menstimulasi reseptor β2 adrenergik dengan meningkatkan C-AMP dan menghasilkan
antagonisme fungsional terhadap bronkokontriksi. Efek bronkodilator dari short
acting β2 agonist biasanya dalam waktu 4-6 jam. Long acting β2 agonist inhalasi
memiliki waktu kerja 12 jam atau lebih. [10]
- Golongan
antikolinergik
Obat
yang termasuk pada golongan ini adalah ipratropium, oxitropium dan tiopropium
bromide. Efek utamanya adalah memblokade efek asetilkolin pada reseptor
muskarinik. Efek bronkodilator dari shortacing anticholinergic inhalasi
lebih lama disbanding short acting β2 agonist. Tiopropium memiliki waktu
kerja lebih dari 24 jam. Aksi kerjanya dapat mengurangi eksaserbasi dan
hospitalisasi, memperbaiki gejala dan status kesehatan, serta memperbaiki efektivitas
rehabilitasi pulmonal. Efek samping yang bisa timbul akibat penggunaan antikolinergik
adalah mulut kering. Meskipun bisa menimbulkan gejala pada prostat tapi tidak
ada datayang dapat membuktikan hubungan kausatif antara gejala prostat dan
penggunaan obat tersebut. [10]
- Golongan
xantin
Dalam
bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang, terutama
pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk mengatasi
sesak (pelega napas), bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi
eksaserbasi akut. Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar
aminofilin darah. [7]
Tabel 2.7 Derajat dan Rekomendasi
Pengobatan PPOK
Derajat
|
Karakteristik
|
Rekomendasi
Pengobatan
|
Semua
derajat
|
|
- Edukasi
(hindari faktor pencetus)
- Bronkodilator
kerja singkat (SABA, Antikolinergik kerja cepat, Xantin) bila perlu
- Vaksinasi
influenza
|
Derajat I :
PPOK
Ringan
|
VEP1
/KVP < 70%
VEP1
≥ 80 % prediksi
Dengan atau
tanpa
gejala
|
Bronkodilator
kerja singkat (SABA, Antikolinergik kerja cepat, Xantin) bila perlu
|
Derajat II :
PPOK
Sedang
|
VEP1/KVP
< 70%
50 % < VEP1<
80 %
prediksi
Dengan atau
tanpa
gejala
|
1.
Pengobatan reguler dengan bronkodilator:
- Agonis β2
kerja panjang sebagai terapi pemeliharaan (LABA)
- Antikolinergik
kerja lama sebagai terapi pemeliharaan
- Simptomatik
2. Rehabilitasi
(edukasi, nutrisi, rehabilitasi respirasi)
|
Derajat III:
PPOK
Berat
|
VEP1
/KVP ≤ 70%
30 % ≤ VEP1
≤ 50 %
prediksi
dengan atau
tanpa
gejala
|
1.
Pengobatan reguler dengan 1 atau lebih bronkodilator:
- Agonis β2
kerja panjang sebagai terapi pemeliharaan (LABA)
- Anti
kolinergik kerja lama sebagai terapi pemeliharaan
- Simptomatik
- Kortikosteroid
inhalasi bila memberikan respons klinis atau eksaserbasi berulang
- PDE-4
inhibitor
2. Rehabilitasi
(edukasi, nutrisi, rehabilitasi respirasi)
|
Derajat IV:
PPOK Sangat
Berat
|
VEP1 /KVP <
70%
VEP1 < 30 %
prediksi atau
gagal
napas atau
gagal
jantung
kanan
|
1.
Pengobatan reguler dengan 1 atau lebih bronkodilator:
- Agonis β2
kerja panjang sebagai terapi pemeliharaan (LABA)
- Antikolinergik
kerja lama sebagai terapi pemeliharaan
- Pengobatan
komplikasi
- Kortikosteroid
inhalasi bila memberikan respons klinis atau eksaserbasi berulang
- PDE-4
inhibitor
2.
Rehabilitasi (edukasi, nutrisi, rehabilitasi
respirasi)
3.
Terapi oksigen jangka panjang bila gagal napas
4.
Ventilasi mekanis noninvasive
5.
Pertimbangkan terapi pembedahan
|
Sumber:
[7]
Tabel
2.8 Obat-obatan PPOK
Sumber:
[7]
b. Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut
dalam bentuk oral atau injeksi intravena, berfungsi menekan inflamasi yang
terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi
sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid
positif yaitu terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat
> 20% dan minimal 250 mg. [7]
c. Antibiotik
Penggunaannya untuk mengobati infeksi
bakterial yang mencetuskan eksaserbasi. [10]
d. Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan
memperbaiki kualiti hidup, digunakan N-asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK
dengan eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutin. [7]
e. Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada
eksaserbasi akut karena akan mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada
bronkitis kronik dengan sputum yang viscous (misalnya ambroksol, erdostein).
Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan
sebagai pemberian rutin. [7]
f. Phosphodiesterase-4
inhibitor
Diberikan kepada pasien dengan derajat
III atau derajat IV dan memiliki riwayat eksaserbasi dan bronkitis kronik. Phosphodiesterase-4
inhibitor, roflumilast dapat mengurangi eksaserbasi, diberikan secara oral
dengan glukokortikosteroid. Roflumilast juga dapat mengurangi eksaserbasi jika
dikombinasikan dengan LABA. Sejauh ini belum ada penelitian yang membandingkan
roflumilast dengan glukokortikosteroid inhalasi. [7]
2. Non
Farmakologi
a. Edukasi
[7]
Edukasi merupakan hal penting dalam
pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan
edukasi pada asma. Karena PPOK adalah penyakit kronik yang ireversibel dan
progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktiviti dan
mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Berbeda dengan asma yang masih
bersifat reversibel, menghindari pencetus dan memperbaiki derajat penyakit
adalah inti dari edukasi atau tujuan pengobatan dari asma.
Tujuan edukasi pada pasien PPOK:
- Mengenal
perjalanan penyakit dan pengobatan
- Melaksanakan
pengobatan yang maksimal
- Mencapai
aktiviti optimal
- Meningkatkan
kualiti hidup
Secara umum bahan
edukasi yang harus diberikan adalah:
- Pengetahuan
dasar tentang PPOK
- Obat-obatan,
manfaat dan efek sampingnya
- Cara
pencegahan perburukan penyakit
- Menghindari
pencetus (berhenti merokok)
- Penyesuaian
aktiviti
b. Berhenti
merokok [7]
Berhenti merokok merupakan satu-satunya
intervensi yang paling efektif dalam mengurangi risiko berkembangnya PPOK dan
memperlambat progresivitas penyakit.
Strategi
untuk membantu pasien berhenti merokok 5A:
- Ask
(Tanyakan)
Mengidentifikasi
semua perokok pada setiap kunjungan.
- Advise
(Nasihati)
Dorongan
kuat pada semua perokok untuk berhenti merokok.
- Assess
(Nilai)
Keinginan
untuk usaha berhenti merokok (misal: dalam 30 hari ke depan).
- Assist
(Bimbing)
Bantu
pasien dengan rencana berhenti merokok, menyediakan konseling praktis,
merekomendasikan penggunaan farmakoterapi.
- Arrange
(Atur)
Buat
jadwal kontak lebih lanjut.
c. Rehabilitasi
PPOK [7]
Tujuan
program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan memperbaiki
kualiti hidup penderita PPOK. Penderita yang dimasukkan ke dalam program
rehabilitasi adalah mereka yang telah mendapatkan pengobatan optimal yang
disertai:
- Simptom
pernapasan berat
- Beberapa
kali masuk ruang gawat darurat
- Kualiti
hidup yang menurun
Program
rehabilitasi terdiri dari 3 komponen yaitu: latihan fisis, psikososial dan
latihan pernapasan.
1) Latihan
fisis
Ditujukan
untuk memperbaiki efisiensi dan kapasiti sistem transportasi oksigen. Latihan
fisis yang baik akan menghasilkan:
- Peningkatan
VO2 max
- Perbaikan
kapasiti kerja aerobik maupun anaerobic
- Peningkatan
cardiac output dan stroke volume
- Peningkatan
efisiensi distribusi darah
- Pemendekkan
waktu yang diperlukan untuk recovery
Latihan
jasmani pada PPOK terdiri dari dua kelompok:
- Latihan
untuk meningkatkan kemampuan otot pernapasan
- Endurance
exercise
2) Psikososial
Status
psikologi penderita perlu diamati dengan cermat dan apabila diperlukan dapat
diberikan obat.
3) Latihan
pernapasan
Tujuan
latihan ini adalah untuk mengurangi dan mongontrol sesak napas. Teknik latihan
meliputi pernapasan diafragma dan pursed lips breathing guna memperbaiki
ventilasi dan mensinkronkan kerja otot abdomen dan toraks.
3. Terapi
Oksigen [7]
Pada
PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan
sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting
untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot
maupun organ-organ lainnya.
Manfaat oksigen:
- Mengurangi
sesak
- Memperbaiki
aktiviti
- Mengurangi
hipertensi pulmonal
- Mengurangi
vasokonstriksi
- Mengurangi
hematokrit
- Memperbaiki
fungsi neuropsikiatri
- Meningkatkan
kualiti hidup
Indikasi:
- PaO2
< 60 mmHg atau Sat O2 < 90 %
- PaO2
diantara 55-59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Korpulmonal,
perubahan P pulmonal, Ht > 55 % dan tandatanda gagal jantung kanan, sleep
apnea, penyakit paru lain.
Macam terapi oksigen:
- Pemberian
oksigen jangka panjang
- Pemberian
oksigen pada waktu antiviti
- Pemberian
oksigen pada waktu timbul sesak mendadak
- Pemberian
oksigen secara intensif pada waktu gagal napas
Terapi
oksigen dapat dilaksanakan di rumah maupun di rumah sakit. Terapi oksigen di
rumah diberikan kepada penderita PPOK stabil derajat berat dengan gagal napas kronik.
Sedangkan di rumah sakit oksigen diberikan pada PPOK aksesarbasi akut di unit
gawat darurat, ruang rawat ataupun ICU. Pemberian oksigen untuk penderita PPOK yang
dirawat di rumah dibedakan:
-
Pemberian oksigen jangka panjang (Long
Term Oxygen Therapy = LTOT)
-
Pemberian oksigen pada waktu aktiviti
-
Pemberian oksigen pada waktu timbul
sesak mendadak
Terapi
oksigen jangka panjang yang diberikan di rumah pada keadaan stabil terutama
bila tidar atau sedang aktiviti, lama pemberian 15 jam setiap hari, pemberian
oksigen dengan nasal kanul 1-2 L/mnt. Terapi oksigen pada waktu tidur bertujuan
mencegah hipoksemia yang sering terjadi bila penderita tidur. Terapi oksigen
pada waktu aktiviti bertujuan menghilangkan sesak napas dan meningkatkan kemampuan
aktiviti. Sebagai parameter digunakan analisis gas darah atau pulse oksimetri.
Pemberian oksigen harus mencapai saturasi oksigen di atas 90%.
Alat
bantu pemberian oksigen:
- Nasal
kanul
- Sungkup
venture
- Sungkup
rebreathing
- Sungkup
nonrebreathing
Pemilihan
alat bantu harus dilakukan secara hati-hati, disesuaikan dengan tujuan terapi
oksigen dan kondisi analisis gas darah pada waktu tersebut. Pemberian okisgen
yang terlalu tinggi dapat menyebabkan peningkatan kadar CO2. Bila
terdapat kenaikan PCO2 dipilih sungkup nonrebreathing.
4. Ventilasi
Mekanik [7]
Ventilasi mekanik pada
PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas akut, gagal napas akut pada
gagal napas kronik atau pada pasien PPOK derajat berat dengan gagal napas
kronik. Ventilasi mekanik dapat digunakan di rumah sakit di ruang ICU atau di
rumah.
Ventilasi mekanik dapat
dilakukan dengan cara:
- Ventilasi
mekanik tanpa intubasi
Ventilasi mekanik tanpa intubasi
digunakan pada PPOK dengan gagal napas kronik dan dapat digunakan selama di rumah.
Bentuk ventilasi mekanik tanpa intubasi adalah noninvasive intermitten
positif pressure (NIPPV) atau Negative pressure Ventilation (NPV).
NIPPV
dapat diberikan dengan tipe ventilasi:
· Volume
control
· Pressure
control
· Bilevel
positive airway pressure (BiPAP)
· Continous
positive airway pressure (CPAP)
NIPPV
bila digunakan bersamaan dengan terapi oksigen terus menerus (LTOT/Long Term
Oxygen Therapy) akan memberikan perbaikan yang signifikasi pada:
· Analisis
gas darah
· Kualiti
dan kuantiti tidur
· Kualiti
hidup
· Analisis
gas darah
Indikasi
Penggunaan NIPPV:
· Sesak
napas sedang sampai berat dengan penggunaan muskulus respirasi dan abdominal
paradoksal
· Asidosis
sedang sampai berat pH < 7.30 – 7.35
· Frekuensi
napas > 25 kali per menit
NPV tidak dianjurkan karena dapat
menyebabkan obstruksi saluran napas atas, disamping harus menggunakan peerlengkapan
yang tidak sederhana.
-
Ventilasi mekanik dengan intubasi
Pasien PPOK dipertimbangkan untuk
menggunakan ventilasi mekanik di rumah sakit bila di temukan keadaan sebagai
berikut:
· Gagal
napas yang pertama kali
· Perburukan
yang belum lama terjadi dengan penyebab yang jelas dan dapat diperbaiki,
misalnya pneumonia
· Aktiviti
sebelumnya tidak terbatas
Indikasi
penggunaan ventilasi mekanik invasif:
· Sesak
napas berat dengan penggunaan muskulus respirasi tambahan dan pergerakan
abdominal paradoksal
· Frekuensi
napas > 35 permenit
· Hipoksemia
yang mengancam jiwa (PaO2 < 40 mmHG)
· Asidosis
berat pH < 7,25 dan hiperkapni (PCO2 > 60 mmHg)
· Henti
nafas
· Somnolen,
gangguan kesadaran
· Komplikasi
kardiovaskuler (hipotensi, syok, gagal jantung)
· Komplikasi
lain (gangguan metabolisme, sepsis, pneumonia, emboli paru, barotrauma, efusi
pleura masif)
· Telah
gagal dalam penggunaan NIPPV
Ventilasi
mekanik sebaiknya tidak diberikan pada pasien PPOK dengan kondisi sebagai
berikut:
· PPOK
derajat berat yang telah mendapat terapi maksimal sebelumnya
· Terdapat
komorbid yang berat, misalnya edema paru, keganasan
· Aktiviti
sebelumnya terbatas meskipun terapi sudah maksimal
Komplikasi
penggunaan ventilasi mekanik:
· Ventilator-acquired
pneumonia (VAP)
· Barotrauma
· Kesukaran
weaning
Kesukaran
dalam proses weaning dapat diatasi dengan:
· Keseimbangan
antara kebutuhan respirasi dan kapasiti muskulus respirasi
· Bronkodilator
dan obat-obatan lain adekuat
· Nutrisi
seimbang
· Dibantu
dengan NIPPV
5. Nutrisi
[7]
Malnutrisi
sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya kebutuhan energi
akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena hipoksemia kronik dan
hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme. Kondisi malnutrisi akan
menambah mortaliti PPOK karena berkorelasi dengan derajat penurunan fungsi paru
dan perubahan analisis gas darah.
Malnutrisi dapat
dievaluasi dengan:
- Penurunan
berat badan
- Kadar
albumin darah
- Antropometri
- Pengukuran
kekuatan otot (MVV, tekanan diafragma, kekuatan otot pipi)
Gizi penting sebagai penentu gejala,
cacat dan prognosis dalam PPOK, baik kelebihan berat badan dan kurus bisa
menjadi masalah. Khusus rekomendasi gizi untuk pasien dengan PPOK didasarkan
pada pendapat ahli. Kira-kira 25% dari pasien dengan PPOK derajat II sampai
derajat IV menunjukkan penurunan baik indeks massa tubuh dan massa lemak bebas.
Pengurangan indeks massa tubuh merupakan faktor risiko independen untuk
mortalitas PPOK. Gangguan keseimbangan elektrolit sering terjadi pada PPOK
karena berkurangnya fungsi muskulus respirasi sebagai akibat sekunder dari
gangguan ventilasi.
Gangguan
elektrolit yang terjadi adalah:
- Hipophospatemi
- Hiperkalemi
- Hipokalsemi
- Hipomagnasemi
6.
Terapi Pembedahan [7]
Bertujuan untuk:
- Memperbaiki
fungsi paru
- Memperbaiki
mekanik paru
- Meningkatkan
toleransi terhadap eksaserbasi
- Memperbaiki
kualiti hidup
Operasi
paru yang dapat dilakukan yaitu:
- Bulektomi
- Bedah
reduksi volume paru (BRVP) / lung volume reduction surgery (LVRS)
- Transplantasi
paru
Gambar
2.4 Algoritme PPOK Stabil Ringan
Gambar 2.5 Algoritme
PPOK Stabil Sedang-Berat
2.11 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada
PPOK adalah:
1. Gagal napas
- Gagal napas kronik
- Gagal napas akut pada gagal napas
kronik
2.
Infeksi
berulang
3.
Kor
pulmonal
Gagal napas kronik: Hasil analisis gas darah PO2<
60 mmHg dan PCO2 > 60 mmHg, dan pH normal, penatalaksanaan:
-
Jaga
keseimbangan PO2 dan PCO2
-
Bronkodilator
adekuat
-
Terapi
oksigen yang adekuat terutama waktu latihan atau waktu tidur
-
Antioksidan
-
Latihan
pernapasan dengan pursed lips breathing
Gagal
napas akut pada gagal napas kronik, ditandai oleh:
-
Sesak
napas dengan atau tanpa sianosis
-
Sputum
bertambah dan purulent
-
Demam
-
Kesadaran
menurun Infeksi berulang
Infeksi berulang
Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan
terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang. Pada
kondisi kronik ini imuniti menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya kadar
limposit darah.
Kor pulmonal:
Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 %,
dapat disertai gagal jantung kanan. [4]
2.12 Pencegahan
Saat ini, tidak ada perawatan terbukti yang mencegah
perkembangan PPOK pada pasien yang terus menerus merokok. Bagaimana Penghentian rokok, dapat mencegah berlebihan penurunan fungsi paru dan harus menjadi tujuan utama untuk dokter yang merawat pasien PPOK. Pesan harus ditekankan bahaya dari terus menerus merokok, manfaat dari penghentian dalam hal kegiatan yang berarti bagi individu,bdan pemahaman bahwa berhenti merokok adalah tujuan yang realistis dan dapat dicapai. Bantuan dengan farmakologis tambahan seperti terapi penggantian nikotin, varenicline, atau bupropion dan rujukan ke grup penghentian merokok harus ditawarkan. Paparan iritasi pernapasan harus dihindari tempat kerja serta rumah. Meskipun pekerjaannya berat paparan debu jarang adalah penyebab utama PPOK, paparan pekerjaan pekerjaan berdebu pada perokok dapat meningkatkan kerusakan fungsi paru-paru meningkatkan gejala batuk dan sputum. [3]
perkembangan PPOK pada pasien yang terus menerus merokok. Bagaimana Penghentian rokok, dapat mencegah berlebihan penurunan fungsi paru dan harus menjadi tujuan utama untuk dokter yang merawat pasien PPOK. Pesan harus ditekankan bahaya dari terus menerus merokok, manfaat dari penghentian dalam hal kegiatan yang berarti bagi individu,bdan pemahaman bahwa berhenti merokok adalah tujuan yang realistis dan dapat dicapai. Bantuan dengan farmakologis tambahan seperti terapi penggantian nikotin, varenicline, atau bupropion dan rujukan ke grup penghentian merokok harus ditawarkan. Paparan iritasi pernapasan harus dihindari tempat kerja serta rumah. Meskipun pekerjaannya berat paparan debu jarang adalah penyebab utama PPOK, paparan pekerjaan pekerjaan berdebu pada perokok dapat meningkatkan kerusakan fungsi paru-paru meningkatkan gejala batuk dan sputum. [3]
1.
Mencegah
terjadinya PPOK
-
Hindari
asap rokok
-
Hindari
polusi udara
-
Hindari
infeksi saluran napas berulang
2.
Mencegah
perburukan PPOK
- Berhenti merokok
- Gunakan obat-obatan adekuat
- Mencegah eksaserbasi berulang. [4]
2.13 Prognosis
Setelah PPOK menjadi jelas secara klinis, kelangsungan hidup
rata-rata sekitar 10 tahun. Prognosis dapat bervariasi secara luas, bagaimanapun
dokter adalah prognostikator yang
kecil bertahan hidup di PPOK.
karena penyakitnya
adalah salah satu penyakit yang sangat bervariasi
tingkat perkembangan dan sebagian karena kematian sering terjadi
bersamaan dengan kerentanan
penyakit yang terjadi bersamaan dan hubungan merokok
lainnya penyakit seperti kanker paru-paru dari
pada kegagalan pernafasan
. Beberapa faktor telah diidentifikasi yang memprediksi buruknya
prognosis untuk bertahan hidup di PPOK. Ini termasuk FEV1 rendah, status
merokok aktif , hipoksemia,
nutrisi yang buruk, kehadiran cor pulmonale,
takikardia,
kapasitas latihan rendah, dispnea berat, kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan yang
buruk, anemia, sering eksaserbasi. [3]
Komentar
Posting Komentar