SPASMOFILIA






Latar Belakang
Di Indonesia, istilah spasmofilia dikenal pada tahun 1972 oleh Prof. Yos Utama. Spasmofilia dapat terjadi pada semua usia dan tersering pada usia 15-55 tahun.
Spasmofilia merupakan istilah yang sangat popular pada permulaan abad 20 dan masih sering digunakan. Spasmofilia merupakan suatu keadaan terdapatnya gejala subjektif yang samar-samar berupa nyeri perut, nyeri kepala, kelelahan, gugup, vertigo, kesemutan, berdebar, sesak, tercekik, muntah, kehilangan berat badan, nyeri punggung dan nyeri haid yang disertai tanda-tanda tetani laten dengan atau tanpa memperlihatkan tetani hiperventilasi. Spasmofilia merupakan suatu tetani laten akibat hiperiritabilitas atau hipereksitabilitas saraf (neuromuskular) yang bermanifestasi sebagai kejang otot dan berbagai gejala neurastenia berupa nyeri kepala, gelisah, gangguan gastrointestinal, palpitasi, parestesia, sinkope, sampai kejang tonik.
Spasmofilia adalah sebuah gangguan yang ditandai dengan kedutan otot, kram, dan kejang carpopedal. Jika kondisinya parah bisa menyebabkan kejang-kejang. Kondisi ini terjadi karena ketidakseimbangan elektrolit di dalam darah yang dapat terjadi karena kekurangan kalsium (hypocalcemia) atau kekurangan serum magnesium yang mungkin terkait dengan hiperventilasi, hipoparatiroidism, rakhitis, uremia, dan kondisi lain. Untuk mendiagnosis spasmofilia biasanya dilakukan tes spasmofilia dengan menggunakan alat elektromiografi (EMG). Pada tes ini akan dilihat gelombang dari sel-sel otot yang biasanya mengalami kram atau kejang.
Spasmofilia juga sering disebut sebagai tetani laten, kriptogenik tetani, kronik idiopatik tetani, genuine tetani dan sindrom tetani. Tetani laten adalah suatu keadaan di mana saraf sargat peka terhadap keadaan iskemik (tanda Trousseau, spasme karpal), perkusi saraf (tanda Chvostek), stimulasi listrik (tanda Erb), atau alkalosis (spasme karpal) dan tanda-tanda ini sangat umum didapat pada orang-orang yang mengalami tetani oleh sebab apapun. Dalam kamus kedokteran, spasmofilia diartikan sebagai suatu keadaan di mana saraf motorik memperlihatkan sensitivitas yang abnormal terhadap rangsangan mekanik atau listrik dan penderita menunjukkan kemudahan untuk mendapatkan spasme, tetani dan kejang. Spasmofilia atau tetani laten, telah lama dikenal sebagai gangguan neurovegetatif yang ditandai suatu keadaan hiperiritatif neuromuskular disertai tanda klinis, listrik dan humoral yang khas. Di sini keadaan hiperiritatif neuromuskular merupakan sifat dasar spasmofilia. Pada keadaan spasmofilia ditemukan hipokalsemi sebagai inti gangguan pada susunan saraf, walaupun pada keadaan tetani laten yang idiopati kadar kalsium dalam darah hampir selalu normal sehingga bentuk ini dinamakan juga spasmofilia.
Keadaan hiperiritatif susunan saraf pada spasmofilia sangat mencolok, hal ini tampak bahwa kekuatan listrik galvanik terkecil masih memberikan suatu reaksi.
Spasmofilia yang merupakan suatu keadaan hiperiritabel neuromuskular dan memberikan beragam gambaran klinis dapat dideteksi dengan baik oleh alat elektromiografi. Pada pemeriksaan elektromiografi stimulus atau rangsangan akan menimbulkan suatu potensial berupa gelombang listrik. Intensitas rangsangan supra maksimal yang berbeda dapat memberi gelombang potensial listrik yang berbeda pula. Penderita tertentu dapat sangat peka terhadap stimulasi listrik dan hal ini berkaitan dengan keadaan spasmofilia atau tetani laten.
            Pada kepustakaan lain, spasmofilia juga disebut sebagai sindrom hiperventilasi yaitu suatu sindrom yang mempunyai beberapa gejala klinis yang berhubungan dengan status ansietas atau depresi. Sindroma hiperventilasi didefinisikan sebagai suatu keadaan ventilasi berlebihan yang menyebabkan perubahan hemodinamik dan kimia sehingga menimbulkan berbagai gejala.


Spasmofilia didefinisikan sebagai keadaan patologis peninggian iritabilitas saraf dan otot disebabkan gangguan keseimbangan elektrolit,terutama ion kalsium (Ca++) dan ion magnesium (Mg++).
Spasmofilia adalah suatu kondisi dimana saraf motorik menunjukkan sensitivitas abnormal terhadap stimulasi mekanik atau listrik, dan pasien menunjukkan kecenderungan untuk kejang

2.2    Etiologi Spasmofilia
Dengan ditemukannya hipokalsemia dan hipomagnesemia pada penderita spasmofilia, harus dipikirkan adanya suatu gangguan metabolik dari kation-kation tersebut pada susunan saraf sebagai inti gangguannya. Dikatakan penurunan kalsium ion dalam plasma akan menuju kearah hiperirritabilitas neuron yang menimbulkan gejala spasmofilia. Ansietas yang menginduksi hiperventikasi akan menimbulkan hipokapnia sehingga terjadi peningkatan eksitabilitas aksonal yang akan menimbulkan gejala klinik spasmofilia. Sementara Day (1990) dalam studi kasusnya menyebutkan tiga generasi mempunyai gejala klinik yang mirip, hal ini memberi keyakinan bahwa spasmofilia diturunkan secara dominan pada gangguan berupa hiperiritabilitas neuronal. Pada kesempatan lain Riggs (1992) dalam penelitiannya menyatakan spasmofilia terjadi secara turun-temurun dan penyebarannya luas.
Hipokalsemi dapat disebabkan oleh keadaan-keadaan defisiensi vitamin D, defisiensi hormon paratiroid, pankreatitis akut, hiperfostatemia, defisiensi magnesium, sekresi berlebihan hormon adrenokortikal, keganasan, sindrom nefrotik, obat-obatan, transfusi darah, kehilangan kalsium melalui urin, kondisi alkalosis (alkali, hiperventilasi, obstruksi saluran cerna), kebutuhan kalsium yang meningkat dan sepsis.    

2.3    Epidemiologi Spasmofilia
Kasus spasmofilia di Indonesia antara lain dilaporkan oleh markam dan latief (1980), terjadi pasca-anafilaksis penisilin dan membaik setelah suplementasi kalsium oral selama 3 minggu. Sindrom hiperventilasi menurut DSM IV tergolong pada reaksi ansietas panik atau neurosis ansietas, keadaan ini lebih sering ditemukan didaerah urban dibandingkan didaerah rural. Prevalensinya sekitar 2-4 % pada umur dewasa dan terutama mengenai wanita dengan rasio pria-wanita sebesar1:4 sehingga diperkirakan faktor hormonal memegang peranan yang cukup penting. Di Amerika Serikat, sindrom hiperventilasi ditemukan pada 10%  pasien penyakit dalam.

Hipokalsemia yang sering terjadi pada spasmofilia atau tetani laten terjadi akibat kelainan sistem regulasi homeostatik konsentrasi kalsium darah. Di dalam darah, 45% total kalsium darah terikat dengan albumin, 10% sebagai ion kompleks dan 45% sisanya dalam bentuk ion. Fraksi ion yang diatur oleh hormon paratiroid dan vitamin D ini ternyata sangat berpengaruh terhadap fungsi neuromuskular dan neuropsikiatrik. 
Secara fisiologis dan klinis, hipokalsemi sering terjadi karena kekurangan hormon paratiroid, vitamin D, metabolit aktifnya atau respon yang abnormal dari tulang, usus dan ginjal (target organ). Gejala dan tanda akan limbul bila konsentrasi ion kalsium dalam darah di bawah 4 mg/dL, dan ini kira-kira kurang dari 8 mg/dL total kalsium. Pada hipokalsemi yang kronik, sering didapatkan kadar kalsium darah sekitar 5-6 mg/dL dan ini biasanya asimptomatik.
Gregory mengatakan bahwa spasmofilia merupakan kelainan fungsional yang disebabkan oleh hipereksitabilitas dari sistem saraf. Lazuardi menjelaskan bahwa spasmofilia sama dengan sindrom hiperventilasi di mana ansietas yang menginduksi hiperventilasi akan menimbulkan hipokapnea dan hipokalsemia yang akan bermanifestasi sebagai parestesi pada muka dan tangan. Hal ini terjadi bila PCO2 turun sampai 20 mmHg namun aktivitas EMG spontan baru akan terlihat apabila PCO2 menurun lagi sebesar 4 mmHg.
Menurut Newton E, sindrom hiperventilasi dapat terjadi akut dan kronis. Keadaan akut ditemukan 1 % kasus.  Sedangkan pada kasus kronis dapat berupa gejala respirasi, kardiak, neurologik, atau gastrointestinal. Mekanisme terjadinya sindrom hiperventilasi belum jelas diketahui. Pada populasi saat ini diketahui bahwa penyebab stres tertentu dapat mencetuskan gangguan ini. Menurut Arautigam, secara psikologis penyebab yang mencetuskan gangguan ini ialah perubahan pernapasan yang biasanya disebabkan oleh faktor emosional / stres psikis.
Dapat disimpulkan, pada sindrom hiperventilasi, jenis pernapasan pada pasien-pasien ini telah berubah, yaitu bernapas terutama dengan dada dan hampir tidak menggunakan diafragma. Ternyata pernapasan dengan torakal saja akan menyebabkan PCO2 dibawah 40 mmHg. Pada analisis gas darah arteri terdapat alkalosis respiratori akibat berkurangnya PCO2. Akibat turunnya PCO2 terjadi perubahan-perubahan sekunder sebagai berikut :
1.         Alkalosis respiratori dengan penurunan ion kalsium serum, fosfat organik, dan ion magnesium. Selain itu, pada alkalosis, akibat rendahnya kadar ion H+ dalam plasma, maka ion kalium (K+) plasma akan meningkat. Keadaan ini mungkin menjelaskan timbulnya palpitasi. Selain itu, perubahan pH darah akan menyebabkan efisiensi enzim menurun sehingga menyebabkan gangguan yang bermanifestasi sebagai berbagai gejala klinis di atas.
2.         Hipereksitabilitas saraf dan otot (neuro-muscular hiperexitability) dengan gejala-gejala tetani (parestesi, fenomena Chvostek dan Trousseau, spasme karpopedal, kejang tangan kaki) disebabkan oleh pergeseran ion-ion, yaitu berkurangnya ion kalsium dan ion magnesium.
3.         Perubahan perdarahan regional. Pada hiperventilasi alveolar akut, peredaran darah di otak berkurang yang dapat menimbulkan pre-kolaps dengan pandangan kabur. Ini karena rangsang terkuat untuk sirkulasi otak ialah perubahan konsentrasi CO2 dalam darah.
4.         Aktivasi simpatik : hiperventilasi merangsang sistem saraf simpatik. Hingga terjadi kenaikan nadi dan terjadi perubahan EKG dengan ekstrasistol.
Pada keadaan kadar ion kalsium yang menurun hebat, timbul tetani dengan gejala-gejala spasmus carpopedal, yaitu fleksi plantar kedua kaki, fleksi tangan disertai menguncupnya jari-jari. Mungkin terjadi laringospasmus.

Gejala klinis yang sering dikeluhkan sangat bervariasi dan tidak khas misalnya, spasme laring, spasme karpopedal, epilepsi, migren psikotik, nyeri perut, nyeri kepala, kelelahan, ketakutan, emosi labil, vertigo, nyeri haid, kram otot, dan lainnya.
Serangan yang khas biasanya didahului oleh rasa kesemutan pada ekstremitas terutama tangan dan daerah mulut disertai oleh parestesia di daerah bibir dan lidah. Rasa kesemutan ini bertambah nyata dan menyebar ke proksimal sampai daerah muka, beberapa saat kemudian timbul rasa tegang dan spasme pada otot-otot mulut, tangan dan tungkai bawah. Keadaan spasme ini juga meluas sampai ke muka bahkan ke bagian tubuh lainnya.
Kontraksi tonik pada otot-otot distal lengan dan otot-otot interosea menyebabkan gambaran spasme karpopedal di mana jari-jari dalam keadaan fleksi pada persendian metakarpofalangeal dan ekstensi pada sendi interfalangeal. Jari-jari dalam keadaan aduksi dan ibu jari dalam keadaan aduksi dan ekstensi sedangkan pada kaki dijumpai plantar fleksi di pergelangan kaki dan aduksi jari-jari kaki.
Pada rangsangan yang lebih hebat, otot-otot yang spasme menjadi lebih luas, pada ekstrimitas atas siku menjadi fleksi; dan bahu mengalami aduksi. Pada tungkai terjadi fleksi sendi lutut dan aduksi paha. Otot-otot kepala juga mcngalarni spasme dengan trismus dan retraksi pada sudut mulut (risus sardonikus) mata agak tertutup (blefarospasme) dan bila otot-otot bulber kena terutama laring maka terjadi laringospasme dengan stridor. Spasme pada otot-otot tubuh dan leher rnemberi gambaran opistotonus serta sering didapatkan kejang tonik klonik.

2.6  Diagnosis  Spasmofilia
a.    Anamnesis
Adanya keluhan sesak napas, kejang, migren, nyeri perut, nyeri kepala, kelelahan, ketakutan, emosi labil, vertigo, nyeri haid, kram otot, dan lainnya. Serangan yang khas biasanya didahului oleh rasa kesemutan pada ekstremitas terutama tangan dan daerah mulut disertai oleh parestesia di daerah bibir dan lidah. Rasa kesemutan ini bertambah nyata dan menyebar ke proksimal sampai daerah muka, beberapa saat kemudian timbul rasa tegang dan spasme pada otot-otot mulut, tangan dan tungkai bawah. Keadaan spasme ini juga meluas sampai ke muka bahkan ke bagian tubuh lainnya.
b.    Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan klinis spasmofilia di antaranya dengan tanda Chvostek dan tanda Trousseau. Tanda Chvostek dikemukakan oleh Frantisek Chvostek (1835-1884). Dua cara untuk menimbulkan tanda Chvostek, versi yang paling sering dikenal dengan fenomena Chvostek I dideskripsikan dengan twitching dan/atau kontraktur otot fasial pada stimulasi langsung dengan mengetuk nervus fasialis di sebuah titik spesifik di wajah. Titik ini berlokasi 0,5 cm-1 cm di bawah prosesus zigomatikus, 2 cm anterior lobus aurikularis, dan segaris dengan angulus mandibularis.
cvostek's
Respons lain yang lebih jarang diketahui ialah fenomena Chvostek II yang dapat dimunculkan dengan mengetuk daerah wajah lain. Titik ini berlokasi pada garis antara prominensia zigomatikum dan sudut mulut, sekitar sepertiga jarak melalui zigoma. Fitur utama berupa respons twitching (kedutan) yang dapat melibatkan beberapa otot yang dipersarafi nervus fasialis, termasuk M. Orbikularis oris dan M. Orbikularis okuli. Apabila tanda Chvostek meragukan, dapat dilakukan hiperventilasi sebelumnya selama 3 menit. Penilaian tanda Chvostek terdiri dari 3 tingkat, yaitu:
 +1 = reaksi terjadi pada ujung bibir
+2 = reaksi menjalar ke ujung hidung
+3 = reaksi meliputi sesisi wajah
Tanda Chvostek merupakan signifikansi klasik hipokalsemia dan dapat dijumpai pada beberapa orang yang diketahui tidak memiliki kelainan fisiologis spesifik, sehingga tanda ini hanya penanda kasar suatu iritabilitas neuromuskuler dan tidak dapat dijadikan indikator tunggal hipokalsemia.
Tanda Trousseau dikemukakan oleh Armand Trousseau (1801-1867), dokter berkebangsaan Perancis, dipercaya lebih konsisten dibandingkan tanda Chvostek. Tanda Trousseau adalah fenomena spasme karpopedal setelah inflasi lengan atas selama beberapa menit menggunakan sfigmomanometer dengan tekanan di atas sistolik. Oklusi arteri brachialis akan menyebabkan fleksi pergelangan tangan dan sendi metakarpofalangeal, hiperekstensi jari, dan fleksi ibu jari menuju telapak tangan, sehingga menimbulkan postur karakteristik main d’accoucheur (hand of obstetrician).
Tanda Trousseau sensitif dan spesifik terhadap tetani hipokalsemiak. Tanda Trousseau positif juga dapat disertai parestesia jari - jari, fasikulasi, dan twitching diikuti sensasi kram dan kaku. Mekanisme patofisiologi tanda Trousseau ialah peningkatan eksitabilitas saraf lengan dan tangan disebabkan hipokalsemia yang menurunkan ambang kontraktibilitas saraf tangan dan lengan yang pada akhirnya menyebabkan kontraksi otot.4 Kondisi ini dieksaserbasi oleh iskemi yang dihasilkan oleh sfigmomanometer. Tes iskemik dikerjakan selama 5 menit pada 180 mmHg (160 mmHg pada anak anak) dan dapat dilanjutkan dengan tes hiperventilasi selama 3 menit.

trousseau

c.    Pemeriksaan Penunjang
1.    Pemeriksaan Elektromiografi
Turpin dan Kugelberg adalah orang yang pertama kali meneliti tentang elektromiografi pada penderita tetani. Spasme pada tetani selain disertai aksi potensial yang repetitif dan ireguler pada motor unit, dan pada saat tetani selalu motor unit potensial akan melepaskan muatan secara spontan berkekuatan 5-15 Hz.Pemeriksaan EMG pada spasmofilia merupakan baku emas dalam menegakkan diagnosis. Gambaran elektromiografi pada spasmofilia merupakan gambaran yang khas dari manifestasi neuromuskular perifer dan dimulai dengan adanya fibrilasi dan fasikulasi serta bersamaan dengan meningkatnya frekuensi akan terlihat twitching otot. Gambaran khas tersebut berupa gambaran-gambaran duplet, triplet, bahkan multiplet yang merupakan potensial aksi yang repetitif di mana gelombang yang belakangan cenderung mempunyai amplitudo yang lebih besar.
Gambaran ini diduga ada hubungannya dengan tempat di kornu anterior dan beberapa peneliti menduga hal ini sebagai suatu fenomena perifer yang meliputi motor neuron sampai motor end plate, walaupun secara keseluruhan belum jelas benar mekanismenya. Gambaran elektromiografi yang khas ini tidak pada keadaan hiperiritabel lainnya. Pemeriksaan EMG dilakukan dengan cara memasang tournikuet pada lengan atas dan dipompa sampai tekanannya sedikit melebihi tekanan sistolik sampai timbul iskemia. Iskemia ini dipertahankan selama 5 menit dan pembacaan EMG dilakukan melalui elektroda kulit yang dipasang pada otot interoseus dorsalis. Pembacaan rekaman EMG baru dilakukan setelah hiperventilasi selama 3 menit. Spasmofilia positif terlihat adanya potensial repetitif spontan dengan frekuensi 100 sampai 200 cps yang bermanifestasi sebagai duplet, triplet, kuadriplet, atau multiplet selama 2 menit. Gradasi pemeriksaan ini adalah sebagai berikut:
Ringan (+) : 2-6 potensial repetitif dalam waktu lebih dari 2 menit setelah hiperventilasi.
Sedang (++) : sekelompok potensial repetitif yang berlangsung lebih dari 2 menit setelah hiperventilasi atau 2-6 potensial repetitif selama lebih dari 2 menit setelah 10 menit iskemia.
Berat (+++) : tetani yang nyata setelah hiperventilasi atau lebih dari 6 kelompok per detik potensial repetitif selama minimal 2 menit setelah 10 menit iskemia.
Sangat berat (++++) : langsung tetani atau kelompok potensial repetitif yang terjadi selama fase iskemik

a. Spasmofilia
b. Tension headache
c. Epilepsi

2.8  Penatalaksanaan Spasmofilia
Pasien disuruh bernafas (inspirasi dan ekspirasi) ke dalam sungkup kantong plastic bila didapatkan tanda alkalosis agar PCO2 dalam darah naik. Seperti diketahui intervensi sindroma hiperventilasi adalah dengan menghirup udara dalam kantung, yaitu untuk meningkatkan kadar PCO2 sehingga eksitabilitas aksonal akan menurun kembali dan menormalisir kadar kalsium. Belajar bernafas torakoabdominal dengan menggerakan diafragma. Pada keadaan akut dapat diberikan kalsium, terutama kalsium glukonas 10% sebanyak 10-20 mL intravena atau secara oral diberikan kalsium laktat 12 gram/hari atau kalsium glukonas 16 gram/hari. Bila hipokalsemi sangat berat dapat diberikan 100 mL kalsium glukonas 10% dalam 1 L dektrose 5% secara lambat, lebih dari 4 jam.
Bila masih belum dapat mengatasi tetani, dapat diberikan magnesium karena tetani sering berhubungan dengan hipomagnesemia dengan dosis 2 mL MgSO4 50% secara intra muskuler. Di samping hal tersebut di atas, dapat diberikan juga hidroklortiazid (HCT) dengan dosis 50-100 miligram/hari, vitamin D, koreksi pH darah bila ada alkalosis.
Pemberian vitamin B6 100 mg dapat membantu metabolisme serotonin serta absorpsi dan uptake magnesium oleh sel. Selain itu, psikoterapi dapat membantu dalam penatalaksanaan spasmofilia. Psikoterapi membantu menyelesaikan masalah emosional pada pasien termasuk di dalamnya adalah terapi perilaku (cognitive behavioral therapy).
Karena hiperventilasi sering merupakan bagian dari serangan panik maka dapat diberikan obat antiansietas golongan benzodiazepine atau SSRI (selective serotonin reuptake inhibitor).

2.9  Pencegahan Spasmofilia
Spasmofili dapat disembuhkan. Pasien biasanya dapat diberikan asupan suplemen kalsium, magnesium dan kalium. Selain itu pasien juga perlu memperbaikin pola diet dengan mengonsumsi makanan- makanan yang banyak mengandung sumber kalsium, kalium dan magnesium. Selain itu, pasien juga perlu berolahraga ringan dan melakukan pemijatan otot atau fisiotrapi otot untuk relaksai otot.

2.10     Komplikasi Spasmofilia
                 Kurangnya perawatan dan waktu pengobatan yang tepat dapat menyebabkan
1.      Hiperventilasi sindrom
Dari 42,9% pasien yang menderita spasmofilia berkaitan dengan hyperventilation syndrome (HVS) dengan karateristik dari serangan hyperventilation fungsional yang tidak mendasar.
2.      Apneu dan kehiangan kesadaran
Dari 5 pasien yang menderita HVS terserang apneu dan kehilangan kesadaran.  Dengan deteksi  awal patologi dan pemulihan konsentrasi kalsium,prognosisnya akan baik.

2.11     Prognosis Spasmofilia
Spasmofilia dapat disembuhkan. Pasien biasanya dapat diberikan asupan supleen kalsium, magnesium, dan kalium. Selain itu pasien jga perlu memperbaiki pola diet dengan mengkonsumsi makanan-makanan yang banyak mengandung sumber kalsium,kaliaum dan magnesium selain itu pasien juga harus berolahraga ringan dan melakukan pemijatan otot untuk relaksasi otot.Prognosis serangan akut adalah baik. Pada kasus kronik 65% mengalami perbaikan dan 26% keuhan hilang dalam 7 tahun. Prognosis dapat memperbaiki dengan latihanpernafasan dan psikoterapi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PPOK Penyakit Paru Obstruktif Kronik

KEGAWATDARURATAN PSIKIATRI